Sabtu, 31 Maret 2012

Kita Masih Satu Jaket Kuning

30 Maret 2012, suasana kisruh menggambarkan jalannya sidang paripurna DPR tentang keputusan kenaikan harga BBM. Perdebatan berlangsung alot, para anggota DPR saling sikut dan banyak terdengar kata interupsi, mic dipukul-pukul, celetukan-celetukan sarkastik kerap terdengar, fraksi PDIP bahkan ada yang sampai naik ke podium ‘mengeroyok’ pimpinan sidang karena kecewa, fraksi PDIP dan Hanura pun walk out saat voting pengambilan keputusan hingga sidang harus diskors.

Kenaikan harga BBM rupanya merupakan sebuah fenomena nasional tahun 2012 ini. Hampir semua elemen masyarakat terkena imbas, dan banyak yang panas menentang keputusan pemerintah yang berencana tadinya akan menaikkan harga BBM menjadi RP6.000,00 pada 1 April 2012. Demonstrasi dan unjuk rasa terjadi dimana-mana, aksi-aksi anarkis menentang kenaikan BBM di berbagai daerah menjadi tayangan sehari-sehari di semua media nasional. Mulai dari masyarakat, lembaga-lembaga, dan mahasiswa, turun ke jalan menyikapi masalah ini. Meski ada yang mengatakan semua gerakan ini adalah suatu konspirasi dari oknum tertentu, mungkin oposisi, saya juga belum tahu.

Saya sendiri hanya memposisikan diri sebagai penonton dalam fenomena ini. Penonton yang dibuat kurang nyaman dengan fakta kericuhan dimana-dimana, penonton yang menanti dengan cemas kepulangan keluarga yang ditutup kampusnya, dan dipulangkan cepat dari kantor akibat Jakarta sedang tidak kondusif.

Jujur saja, secara subjektif, saya pro dengan kebijakan pemerintah, saya tidak keberatan harga BBM dinaikkan. Saya sadar kalau pemerintah memang sebaiknya memangkas subsidi (atau dengan istilah lain opportunity cost) yang selama ini dialirkan untuk BBM. Saya pikir perlu memang untuk mere-alokasi APBN, dan menempatkannya untuk pos-pos lain seperti kemiskinan, kesehatan, pertanian, dll. Saya juga sadar selama ini subsidi BBM kurang tepat sasaran, bahkan dengan rasa malu, saya mengakui selama ini juga masih sering mengisi tangki bensin dengan premium tiap kali ke SPBU.

Bukan fakta, data, atau angka tentang mengapa BBM harus naik yang akan saya tulis disini. Ada hal lain yang membuat saya prihatin mengamati kejadian sidang paripurna DPR kemarin malam, ini menyangkut aksi perwakilan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang ikut turun ke jalan. Sebagai mahasiswa FEUI, pola pikir saya cenderung sama dengan mahasiswa FE yang lainnya, mendukung kenaikan harga BBM karena menganggapnya memang perlu. Saya termasuk pihak yang tenang-tenang saja dan cenderung mempertanyakan alasan orang-orang berunjuk rasa dan sampai melakukan tindak anarkis demi menentang kenaikan BBM. Pola pikir serupa juga dimiliki mayoritas teman-teman di FT, FK, Fasilkom, dan FPsi

Meskipun awalnya saya agak ternganga kala mendengar akhirnya ada perwakilan mahasiswa UI yang turun ke jalan. Saya akhirnya mengerti bahwa yang mereka lakukan mempunyai tujuan mulia. Ketika usaha mereka untuk berdiplomasi dengan anggota DPR tidak berbuah manis, jalan terbaik yang masih bisa dikontribusikan adalah mengawal dengan damai jalannya sidang paripurna DPR kemarin malam, memantau jalannya politik dan tata kelola energi negeri ini. Teringat ucapan Faldo Maldini, Ketua BEM UI 2012, saat saya mewawancarainya beberapa waktu lalu, disadari atau tidak, mahasiswa UI memiliki posisi penting dalam tatanan masyarakat. Sebagai salah satu universitas terbaik di negeri ini, setiap gerakan kita dipantau oleh masyarakat, termasuk media, bukan sedikit masyarakat yang menganggap kita agen perubahan, yang kontribusi nyatanya bagi masyarakat kecil ditunggu dan diharapkan.

Kita semua masih satu almameter, teman! Walau berbeda fakultas yang bisa jadi menyebabkan perbedaan pola pikir, jaket kuning kebanggaan kita semua masih sama. Jika teman-teman mahasiswa UI merasa malu atau kesal dengan tindakan teman-teman kita yang kemarin diminta keluar dari sidang, cobalah kita pahami dan lepaslah dulu kacamata kita, sebenarnya mereka memiliki tujuan mulia. Mereka mahasiswa yang masih ingin berperan dalam kestabilan negeri ini di tengah banyaknya tugas kuliah yang menumpuk. Meskipun benar, kemarin mereka berteriak-teriak saat tak sabar melihat polah wakil rakyat di tengah persidangan, hingga terkesan ricuh dan mengganggu.

Tapi, kita memang tidak tahu dan tidak merasakan sendiri, sepanas apa atmosfer di gedung DPR kemarin. Kala anggota DPR yang wakil rakyat sudah mengucapkan kata-kata kotor, tak mampu bersikap bijak atau dewasa, dan memancing-mancing konflik, apakah jika seandainya kita, mahasiswa yang tidur-tiduran santai di rumah, yang hanya memantau lewat timeline twitter atau menonton di televisi, masih bisakah kita menjamin mampu bersikap tenang melihat keruhnya sidang? Yakinkah kita mampu mengendalikan emosi jika kita yang berada di Gedung DPR saat itu?

Terbawa suasana, itu sepertinya yang memancing teman-teman kita di Gedung DPR kemarin.

Saya bukan seorang sosialis, saya mendukung dan menganggap perlu kenaikan BBM. Tapi untuk Faldo Maldini dan teman-teman BEM UI 2012, saya secara pribadi mengucapkan terima kasih untuk tindakan kalian kemarin. Salut untuk usaha kalian mengawal jalannya sidang dan keinginan kalian untuk berkontribusi untuk rakyat. Meski saya sendiri menjadi saksi kalau tindakan kalian mendapat kecaman dan gunjingan dari teman-teman kita sendiri, mahasiswa UI, yang kurang suka akan perbuatan kalian, saya tetap akan menjadi penonton yang standing applause jika kalian adalah tokoh dalam sebuah pementasan, saya akan ikut jika kalian meminta dengan lantang pekikan “Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat Indonesia!”

------

Perbedaan itu memang ada dan wajar terjadi diantara kita, perbedaan pendapat atau opini, sama saja dengan perbedaan suku, ras, atau agama. Sebagai kaum yang sama-sama dididik di institusi bermakara sama, mari kita hargai perbedaan itu dan menyikapinya dengan damai.


(Sabtu, 31 Maret 2012. Celotehan penonton usai menyaksikan sebuah drama paripurna DPR. No offense)

Tidak ada komentar: