Assalamualaikum, Pak.
Surat ini mungkin tak akan pernah kau baca, bukan karena kau tidak sempat atau sudah kesulitan membaca. Tapi, karena surat ini tak pernah aku kirimkan untukmu, Bapak, entah kenapa ada perasaan malu jika Bapak membaca surat ini. Aku mungkin bukanlah pembicara yang cakap, sehingga kata-kata luapan hati ini hanya bisa kutulis disini.
Bapak, surat ini kutulis ketika aku melihatmu tertidur kelelahan sehabis pulang bekerja, ketika aku menyadari, kau tidak lagi muda. Rambutmu sudah memutih, tenagamu sudah berkurang, badanmu sudah tidak sesehat dulu. Walaupun aku tahu, kasih sayangmu pada keluarga pasti tidak akan pernah pudar.
Bapak, aku teringat saat-saat indah dengan Bapak. Ketika aku kecil dulu, kau seringkali mengajakku bermain kemana-mana, mengajakku jalan-jalan di taman sambil menggendongku di pundakmu, tak lupa membelikanku cemilan di jalan pulang. Aku tahu, saat itu kebahagiaanmu adalah jika melihatku bahagia.
Aku teringat kembali saat aku sakit cacar dulu, ketika semua orang di rumah mengasingkanku, kau seorang yang selalu menengokku di kamarku, menyempatkan setiap sebelum kau berangkat bekerja dan setelah kau pulang bekerja, bahkan setiap malam kau tertidur di pinggir kasurku, tidak peduli sakitku yang mungkin bisa menularkanmu.
Bapak, begitu besar perhatianmu padaku. Aku teringat kau selalu menggantikan dengan riang saat Ibu sibuk dan tidak bisa mengambilkan rapotku. Selalu mentraktirku sehabis ambil rapot bahkan ketika aku hanya mendapat ranking tujuh. Bapak, aku selalu ingat, kau selalu bangga akan anak-anakmu, semua anak-anakmu, tidak pernah membanding-bandingkan. Aku teringat kau selalu membanggakan aku juga, walaupun aku paling sering hanya duduk di kursi penonton melihat saudara-saudaraku maju ke podium menerima piala. Kau selalu membesarkan hatiku saat kegagalan-kegagalan menemuiku. Terima kasih, Bapak.
Bapak, kini aku sudah beranjak dewasa. Banyak hal yang harus aku lalui, aku mungkin sudah tidak jadi gadis kecilmu lagi, walaupun aku tahu kau masih menganggapku demikian. Kadang aku kesal dengan sms-smsmu yang mengingatkan aku untuk segera pulang jika aku keluar terlalu larut, tapi aku tahu kau sedang menjagaku. Bapak, tahukah kau kadang aku menangis di kursi penumpang tiap kali kau menjemputku sehabis aku mengikuti acara yang hingga larut malam? Aku terharu mengingat kau yang kelelahan pulang kerja namun masih menanti dan menjemput anak gadisnya yang tak kunjung datang.
Bapak, berkali-kali Hari Ayah telah aku lewati begitu saja, bertahun-tahun perayaan ulang tahunmu hanya dilalui dengan acara makan-makan bersama keluarga. Di surat ini aku ingin menyampaikan, terima kasih untuk semuanya, Pak. Terima kasih untuk kasih sayang, cinta, dan perhatianmu pada keluarga. Aku teringat ketika aku ikut menumpang mobilmu ke kantor suatu hari, kau sedang sakit kala itu, namun kau tetap memaksa berangkat bekerja karena hari itu sedang ada rapat. Ah, Bapak, sekeras itu kau bekerja demi keluarga! Maafkan aku yang seringkali mengecewakanmu, menghambur-hamburkan uang hasil jerih payahmu untuk berfoya-foya, nilai-nilai kuliah yang biasa saja. Tapi, kau tidak pernah memarahiku.
Bapak, mungkin dalam keluarga kau terkadang hanya pemain pendukung. Semua kasih sayang dan waktu anak-anakmu lebih banyak dihabiskan dengan Ibu. Ajaran nabi, bahkan semua buku agama menganjurkan untuk mencintai Ibu lebih dulu dan lebih besar daripada untuk Bapak. Mungkin bila anak-anakmu sedang di luar kota, Ibu-lah yang kami cari jika kami menelepon. Tapi, ketahuilah Bapak, di hati ini selalu ada ruang dan cinta yang besar untukmu, tak pernah padam.
Bapak, mungkin nanti tiba saatnya aku menemukan laki-laki dan menghabiskan hidupku bersamanya. Mungkin tiba saatnya dimana kewajiban untuk menjaga, melindungi, dan menafkahiku sudah bukan lagi menjadi tanggung jawabmu. Mungkin akan tiba saatnya ketika kasih sayang dan perhatianku harus kuberikan untuk orang lain. Aku tahu kau akan sedih saat melepasku dan berharap aku sudah bersama dengan orang yang terbaik. Ketahuilah Bapak, bagiku, tidak akan ada laki-laki di dunia ini yang mencintaiku lebih besar dari cintamu padaku. Orang bilang cinta akan meluntur seiring waktu, tapi aku yakin itu tidak denganmu, kaulah laki-laki yang mencintai anak-anaknya, dan menerima keluarganya apa-adanya.
Aku teringat saat aku bepergian jauh ke luar kota sendirian, kau menunggu keretaku berangkat sambil terus melambaikan tanganmu dan mengatakan begitu banyak nasihat untuk berhati-hati di jalan. Bapak, aku tahu, kau akan selalu menjadi malaikat pelindung yang siap menjagaku, sebesar apapun kesalahan yang telah aku buat.
Terima kasih, Bapak. Tidak ada apapun yang bisa kuberikan untuk membalas kasih sayangmu selain doa seusai ibadahku. Semoga tangan-tangan Tuhan selalu menjaga dan membuatmu bahagia di setiap harimu, amin.
Surat ini kubuat untukmu, Ayah terkasih, Sigit Wijanarko.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar